Mengenang 4 tahun tragedi Semeru (Andika) -
Ulasan
catatan Kronologis tragedi pendakian semeru dari survivor Andika
(Fisip-UGM) Agustus 2009, oleh Kang Mas Jenggot. Sebagai kajian pembelajaran bersama, bahwa aktivitas petualangan sarat dengan resiko
dan beberapa diantaranya bisa berakibat kematian terhadap diri sendiri,
dan juga orang lain.
01 Agustus 2009, 01:19:34 AM
Sengaja
tema ini saya angkat kembali mungkin sebagai tulisan terakhir untuk
hal-hal yang berkaitan dengan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Sebelum saya teruskan ada baiknya rekan-rekan flashback kembali
ke bulan Juni 2007 (6 tahun yang lalu) dalam salah satu diskusi saya
dengan rekan-rekan AMC (Bpk Joko Daryono) ketika wacana ini sudah
dibongkar secara gamblang berkaitan dengan pola-pola pengamanan jalur
maut (puncak – arcopodo – kalimati).
Dan hari ini semua apa yang sama-sama kita takutkan benar-benar terjadi, bukan?
Siapa
yang salah dan siapa yang harus bertanggungjawab tidak lagi penting
untuk dibahas. Tetapi solusi-solusi yang jelas untuk langkah preventif
kedepanlah yang harus sama-sama kita pahami. Lepas apakah nantinya
didengar dan dilaksanakan.
Andika saya kira adalah korban dari
carut marut pengelolaan sistem taman nasional yang cenderung
sentralistik. Tidak seperti gunung-gunung yang memiliki manajemen
pengelolaan berbasis rakyat seperti sindoro, sumbing, Arjuna, dll, yang
memiliki tingkat pengamanan jalur dan respon yang lebih cepat karena
jalur birokrasi yang pendek.
Memang secara subjektif pendaki, saya kira rekan-rekan Setrajana Fisip UGM (Andika,cs) pun
Dari sisi regulasi memang tidak ada
yang salah dengan TNBTS, tetapi dari segi pelayanan dan keamanan jalur,
khususnya di kawasan jalur rawan sekitar puncak, saya kira pihak Taman
Nasional menjadi satu-satunya pihak yang layak untuk memberi penjelasan.
Jujur saya pribadi dengan beberapa rekan sebenarnya sudah tidak
mau tau urusan-urusan teknis, tetapi ketika mengetahui kronologis
hilangnya andika di semeru, saya seperti mengalami dejavu bahwa
musibah-musibah seperti ini pernah terjadi dan akan terus terjadi.
Berikut kronologis dan analisa pribadi musibah semeru Juli 2009
memiliki kekurangan-kekurangan teknis yang cukup fatal. Tidak adanya alat komunikasi, navigasi dan yang jelas melanggar himbaun PVMBG untuk menjauhi kawasan puncak semeru menjadi faktor-faktor penyebab musibah ini terjadi di atas sana.
Sabtu, 25 Juli 2009: Tujuh orang pendaki melakukan pendakian padadari Ranupani
Selasa, 28 Juli 2009:
06.00 WIB - Team tiba di Puncak Jongring Seloko
09.00 WIB - Team turun dari puncak
10.00 WIB - Terjebak badai dan Andika keluar dari jalur (dis-orientasi di sekitar arcopodo)
11.00 WIB - Team dibagi dua (satu team mencari keatas) satunya lagi ke kalimati.
12.00 WIB - Team re-group di Kalimati dan diputuskan tiga orang turun ke Ranupani
17.00
WIB - Kabar hilangnya Andika sampai di Ranupani dan SRU dikirimkan
(sampai dengan Sabtu, 1 Agustus 2009, Pukul: 00.45 WIB) belum ada kabar
ditemukannya Andika.
Hasil wawancara dengan korban selamat:
(Selasa,
28 Juli 2009, sekitar Pukul 09.00 Pagi) Kondisi angin yang ada
cenderung* mengarah ke arah rombongan maka suara teriakan dari Andika
dapat terdengar oleh rombongan. Namun suara rombongan tidak dapat
terdengar oleh Andika".
Artinya (analisa pribadi saya): Team UGM
ini sepertinya kurang mengerti arah (navigasi) karena dalam
penjelasannya mereka tidak menyebut ke arah mana hilangnya Andika di
kawasan puncak. Dan ini FATAL!
Dalam pandangan pribadi saya,
kemungkinan besar Andika bergerak ke arah Tenggara–Timur (NE) dari
sekitar Arcopodo dan tersesat. Karena memang angin di sekitar Arcopodo
memiliki ciri khas berarah Selatan Barat Daya (SSW). Itulah mengapa
tidak ada pendaki yang terkena langsung letusan wedus gembelnya*
“Jongring Seloko” di puncak* karena memang angin cenderung berarah
(menuju) Selatan, bukan?
Mengapa Pendaki-pendaki yang tersesat di
kawasan puncak selalu menuju ke arah Tenggara–Timur (NE), karena kontur
arah Tenggara adalah satu-satunya medan yang bisa dilalui dengan tanpa
menggunakan pengaman (tali). Sedangkan ke arah Barat–Barat Laut (NW)
adalah jurang yang cukup dalam. Sedangkan jalur yang benar menuju
Arcopodo adalah arah utara kompas (nyaris arah nol (0) derajad dari
puncak).
Ke arah manakah nantinya seorang survivor yang tersesat dari Arcopodo, menuju ke arah Tenggara, saya kira ada dua kemungkinan:
1. Semakin tersesat di Hutan Candipuro
2.
Atau Sumbermujur. Dan kemungkinan bertemu desa di bawah Pasrujambe
ataupun berhasil mencapai cekdam (sungai) Besuk Sat. Yang paling enak
adalah berhasil ditemukan oleh team SAR (seperti kasus hilangnya turis
amerika yang membuat separuh aparat negara ini ikut "sibuk").
Tahun 2004 ketika saya (dalam sebuah mapping project)
mencoba membuka jalur Besuk Sat – Kalimati dibutuhkan waktu lebih dari
lima hari untuk mencapai Kalimati dengan peralatan navigasi yang
standar. Di sana ada dua aliran sungai lahar besar yang satu mengarah ke
Besuk Sat dan yang lain mengarah ke Timur menuju Sumbermujur.
Skenario
SAR yang disiapkan saat ini sudah benar dan dalam arah yang tepat.
Hanya sekali lagi hal ini kembali lagi kepada ketahanan dan kemampuan
fisik dan teknik survivor yang tersesat di lereng-lereng Semeru.
Dalam
kondisi normal maka hari ini dan besok (Minggu, 2 agustus 2009) adalah
masa-masa paling kritis ketahanan seorang survivor di alam bebas (jika
memiliki ilmu surival). Tetapi jika seorang amatir, ya marilah kita
berdoa semoga ada keajaiban yang terjadi.
Sekali lagi uraian di
atas hanyalah analisa saya pribadi berkaitan dengan kronologis hilangnya
Andika di Gunung Semeru. Validitas dan akurasinya tidaklah menjadi
acuan. Dan tetap berharap semoga besok pagi ada kabar baik dari SRU yang
sekarang sedang bekerja keras di atas sana.
Sabtu, 01 Agustus 2009 Pukul: 11:36:49am (Update dari Balai Besar TNBTS):
“Pagi
ini Team SRU Lumajang berhasil menemukan bivouac tempat beristirahat
survivor setelah sebelumnya Team SRU berhasil menemukan beberapa
peralatan pendakian survivor.. Posisi masih di sekitar tebing 75
(kawasan aliran lahar dingin). Proses SAR difokuskan di Tawon Songo /
Pasrujambe berdasarkan modus catatan pendaki-pendaki yang tersesat di
Gunung Semeru”.
Jika kita plot posisi tebing 75 jalur Tawon Songo
(Pasrujambe) di peta, maka kemungkinan paling logis posisi survivor
masih berada di ketinggian lebih dari 2200 meter(dpl). Sementara desa
terdekat masih sangat jauh dan berketinggian 970meter(dpl).
Kabar
baiknya adalah proses SAR sudah mengunci daerah pencarian dan fokus
untuk menyisir arah Timur Laut – Timur – dan Tenggara sesuai dengan
analisa saya pada posting sebelumnya, dan saya kira* kemungkinan besar
survivor dapat ditemukan dalam waktu dekat. Hanya kondisi survivor masih
hidup atau tidak itu yang masih sama-sama kita tunggu.
Kabar buruknya adalah area ini (Tawon Songo – Pasrujambe) adalah “death zone”
nya pendaki-pendaki tersesat di Semeru. Jika kita ingat Markus dan Riko
yang hilang tahun 2007 lalu pun memiliki kronologis yang 99% nyaris
sama dengan Andika kali ini. Sayang sangat sedikit pendaki-pendaki
Indonesia yang mau ingat sejarah-sejarah musibah pendakian!
Maret
2009 sebuah team survey (VSI) Gn. Semeru (kebetulan salah satunya
adalah rekan kerja saya) menemukan dua mayat pendaki (sudah menjadi
tulang) di area ini. Semoga team SAR berhasil menemukan survivor dalam
kondisi apapun.
Minggu, 02 Agustus 2009, Pukul: 04:48:41pm
Setelah
enam hari dalam proses pencarian, akhirnya pukul 11.39am, survivor
Andika berhasil ditemukan oleh team SAR gabungan (Malang & Yogya)
dalam kondisi meninggal dunia di dasar jurang area Blank 75.
Meskipun
sebelumnya dikabarkan kalau Blank 75 sudah disisir beberapa kali oleh
SRU pertama (SAR Lumajang) tetapi tidak menemukan survivor di sana. Ada
cerita-cerita mistis yang berkembang kemudian, berkaitan sedikit
kejanggalan ini, tetapi kali ini saya tidak akan membahas mistisnya.
Tuntas
sudah perjuangan rekan kita (Andika) selama enam hari hilang dan
tersesat di gunung semeru. Catatan korban pendakian gunung semeru pun
bertambah lagi menjadi 28 orang (yang tercatat) sejak soe hok gie tewas
di cemoro tunggal tahun 1969, dan entah berapa puluh orang lagi yang
tidak tercatat dan masih hilang diatas sana. Dan semoga setelah ini
tidak ada Andika-Andika lain dalam aktivitas petualangan di Indonesia.
Mari
kita sama-sama mengambil hikmah dari kejadian ini untuk bahan renungan,
pengetahuan dan pemahaman kita bahwa resiko akan ada dalam setiap
aktivitas petualangan. Dan meminimalisasi resiko dengan pengetahuan dan
pembelajaran dari pengalaman yang ada adalah solusi yang paling
sederhana untuk bisa sama-sama kita lakukan. Salam. (ID: Vulcano.Hunter -
kaskus.co.id)
Share dengan sesama penggiat alam. Semoga bermanfaat, jabat salam Topi Rimba !
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar